Data Guru

Sabtu, 18 Februari 2012

Aktualisasi Tujuan Pendidikan


Sering kita mendengar ungkapan "Mutu Pendidikan" atau "Pendidikan yang bermutu." Yang menjadi indikatornya adalah nilai hasil belajar siswa yang dicapai pada suatu periode penilaian tertentu. Kenyataan ini tidaklah salah, karena nilai hasil belajar tidak lain adalah representasi dari progresif kognitif siswa yang notabene sebagai salah satu bagian dari sasaran yang ada dalam pendidikan. Kenyataan ini jugalah yang selama ini telah menjadi pola pikir yang mendominasi asumsi masyarakat luas, bahkan para penyelenggara satuan pendidikan di sckolah-sekolah. Implikasinya, sekolah (guru) dan orang tua wall murid berupaya keras agar pada hasil ujian akhir sekolah siswa memperoleh nilai yang baik. Siswa di "drill" agar pandai mengerjakan soal-soal mata pelajaran yang diujikan dengan modus tambahan belajar (les) baik secara klasikal maupun privat. Seperti inikah arah pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan?

Konsep tujuan pendidikan telah banyak diungkapkan, baik dalam undang-undang pendidikan. dalam kajian ilmiah pendidikan maupun oleh pemerhati dan birokrat pendidikan. Dalam UU No. 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan mumusia Indonesia seutuhnya. Konsep tersebut memberikan arah kepada aspek eksistensi kemanusiaan yang utuh. Utuh atas jasmani dan rohaninya, utuh atas pengakuan sebagai sosok pribadi dan sosial, sebagai individu yang memiliki potensi untuk memiliki ilmu pengetahuan dan ketrampilan sikap dan nilai dan sekaligus berpotensi untuk mampu dan mau bekerja sama dengan individu lain.

Ada banyak juga ragam pernyataan berkaitan dengan konsep keutuhan tujuan pendidikan. seperti memanusiakan manusia, meningkatkan martabat manusia, human investmen. manusia memiliki kemampuan dasar sebagai alat untuk berbuat dan bekerja. manusia memiliki kemerdekaan dalam cipta, rasa dan karsa, sasaran pendidikan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, perhatian tcrhudup aspek mental, pengembangan diri dan prestasi akadcmik terhadup anak kreatif. kualilas Initaq dan Iptek, kepcmilikan otak kanan dan kiri.

Semua ungkapan tersebut mengasumsikan bahwa dengan dasar apapun tujuan pendidikan harus utuh adanya, baik dalam konsep maupun keniscayaannya menjadi komitmen yang arif utuh dalam aktualisasinya. Akan tclapi kecendcrungan yang terjadi dalam pcnyelenggaraan pendidikan diukur dari nilai hasil belajar pengetahuan (dominasi kognitil) dan sekaligus sebagai iikuran kualitas pendidikan sebagaimana telah digambarkan pada awal tulisan ini. Kenyalaan ini menjadi bukli bahwa sekolah sebagai lembaga formal belum mengaktualisasikan tujuan pendidikan secara uiuh.

Banyak kegiatan atau program yang sebenarnya dapat didesain bagi pengaktualisasian tujuan pendidikan secara utuh, Sasaran aspek kognitif sudah tentu memerlukan integritas profesional pembelajaran yang tinggi. Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Pusat Kegiatan Guru (PKG) adalah salah satu wadah yang sudah ada dalam rangka peningkatan kualitas profesional guru, tinggal bagaimana mengefektifkan sistem pembinaannya (SPP). pengadaan perpustakaan guru, pemberdayaan Lembaga Pendidikan Keguruan (IKIP dan LPTK) sebagai sumber belajar guru, bagaimana desain pembinaan karier guru melalui apresiasi kegiatan karya ilmiah pendidikan dan sebagainya. Semuanya akan mempengaruhi kualitas performen profesional guru. Sementara untuk mencapai sasaran afektif, selain integritas profesional pcmbelajaran yang tinggi (memberi kcpuasaan belajar kognitif juga keterlibatannya dalam memberi fasilitas atau kemudahan belajar siswa, tidak hanya bcrupa hafalan pengelahuan ajaran agamt pengetahuan tentang norma, maupun hafalan pengetahuan tentang budi pekerti, tetapi siswa harus terkondisi langsung mengalami dan: menghayatinya sendiri.

Dalam situasi belajar di kelas atau sekolah dapat dilakukan tindakan integral agar siswa memiliki sikap disiplin, waktu masuk istirahat dan pulang, sikap tanggung jawab (ikhlas menerima sangsi atau hukuman) jika mclanggar peraturan atau tata tertib sekolah membina sikap kcrja kcras. kctekunan dan ketelitian dalan penyelesaian tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa dan sebagainya.

Untuk mengaktualisasikan apresiasi siswa tcrhadap nilai seni budaya dan juga olah raga sebagai manifestasi cipta, rasa dan kars; serta kepemilikan otak kanan dan kiri. maka dapat dibentuk wadah pengembangan bidang kesenian (seni musik. tari, lukis.drama dsb dalam satu sekolah atau kelompok sekolah (organisasi gugus sekolal di SD). Masing-masing SD anggota gugus mengirimkan beberapa siswa (sebagai duta) untuk dilatih sehingga menguasai benar bidang; seni atau olahraga yang dilatihkan.

Dalam event tertentu (pelepasan siswa kelas VI atau kegiatan akhir semester) dapat ditampilkan hasil pelatihan tersebut sebagai tontonan edukatif bagi siswa, bahkan bagi masyarakat luas. alih-alih untuk mengimbangi adegan-adegan kekerasan yang sering ditontonnya di layar kaca (TV) atau dilingkungan masyarakat yang akhir-akhir ini sering terjadi perilaku kekerasan.

Kondisi sekarang ini. di mana fungsi keluarga dan masyarakat (sebagai bagian dari tripustl pendidikan) telah terkikis dan berkurang oleh arus perubahan perilaku kehidupan sebagai konsekuensi logis dari adanya modernisasi dan industrialisasi. Seorang ayah bahkan ibu sebagai figur pcndidik yang pertama dan utama, tidak cukup waktu untuk menunggui dan mengavvasi putra-putrinya karena harus bekerja keras di luar rumah untuk mcmbela kebutuhan yang sebenarnya bcrsifal sekunder (bukan untuk pangan dan sandang). Demikjan juga masyarakat tidak mungkin untuk mcnghindari bcrbagai perubahan perilaku sosial masyarakatnya walaupun tidak kondusif bagi pendidikan anak-anak mereka.

Dengan demikian sekolal adalah satu-satunya lembaga pendidikan formal yang dapat dijadikan benteng terakhir dalam mengantisipasi implikasi-implikasi di atas. Pengaktualisasian arah tujuan pendidikan secara utuh dalam penyeleiiggaraan pendidikan oleh sekolah haruslah menjadi komitmen yang arif bagi semua komponen masyaakat, baik keluarga. sekolah maupun masyarakat sebagai pemikul bersama tanggung jawab pendidikan generasi muda. sebagai sumber daya manusia yang termiliki.

Otonomi daerah dalam pembangunan bidang pendidikan yang juga dikenal sebagai desentralisasi pendidikan sekaligus otonomi sekolah dengan MBS-nya merupakan fasilitas yang sangat memungkinkan bagi birokrat pendidikan. guru, kepala sekolah dan pengawas di daerah untuk lebih memerankan diri ikut menciptakan kondisi kondusif bagi teraktualisasinya arah pcncapaian tujuan pendidikan secara utuh. (••)

Penulis adalah Kepala SD Negeri Ambokulon . Comal Pemalang.
Pernah dimuat di : Majalah Pemalang Ikhlas Edisi 02/Th.VIII/2003

1 komentar:

Postingan Populer